Yogyakarta

DSCF6067

Aku masih ingat pertama kali aku sampai di kota ini. Asing, tapi perasaan asing yang menyenangkan. Mungkin menurut kalian perasaan itu aneh. Aku ingat bagaimana rasanya saat aku menjejakan kaki pertama kali di kota ini. Panas menyengat. Masih ingat aku apa yang di bilang orang – orang saat aku memutuskan untuk kuliah disini. Ndeso, katanya. Tapi, tidak ada kata ndeso yang muncul saat aku melihat kota ini untuk pertama kalinya. Kota ini bagiku klasik, bukan ndeso, dengan sedikit sentuhan hal – hal berbau modern.

Aku masih ingat rumah makan yang pertama kali aku kunjungi waktu itu, Lombok Ijo. Aku masih ingat harga argo taxi yang membawaku ke kompleks Dirgantara III. Cuma 30.000 waktu itu. Aku masih ingat spot pertama yang aku kunjungi kala itu. Alun – alun Kidul. Waktu itu aku mencoba saran temanku untuk mencoba melewati dua pohon beringin legendaris itu. Katanya, orang yang berhasil melewati itu, permintaaanya akan dikabulkan. Aku tidak melewatinya, aku menabrak salah satu pohon itu, tapi aku tetap membuat sebuah harapan. Saat itu aku berharap kepindahan ku ke Jogja adalah jalan yang terbaik bagiku. Dari sini lah aku akan memulai hidupku yang baru dan aku berharap aku bahagia tinggal di kota ini.

Aku memang bahagia tinggal di kota ini. Entah apa yang membuatku jatuh hati secepat itu pada kota ini. Kota ini juga mengajariku akan banyak hal. Dia memaksaku untuk belajar menggunakan mesin cuci. Dia mengajariku untuk menjadi pedestarian. Dia mengajariku untuk hidup sederhana. Dia mengajariku untuk hidup mandiri. Dia mengajariku untuk mengucapkan 3 kata sakti ‘terima kasih’, ‘tolong’, dan ‘maaf’. Dia mengajariku untuk mampu berbaur dengan orang berbeda kebudayannya. Dia mengajariku untuk bertoleransi dan membuka pikiranku. Dia mengajariku apa itu arti keluarga sesungguhnya. It helped me to build the best version of me.

Aku melihat video klip lagu Kapan ke Jogja Lagi tadi siang. Saat melihatnya aku merasa bernostalgia. Rasanya aku sudah lama pergi meninggalkan Jogja dan hanya lewat video itu aku melepas rasa rinduku.

https://www.youtube.com/watch?v=PSqgAD7NM-k

 

Aku juga melihat sebuah video yang menggambarkan perubahan pesat Jogja. Aku hanya bisa berharap “tetaplah sederhana, wahai Yogyakarta.” karena kesederhanaanmu lah yang mungkin membuatku jatuh cinta. Karena kesederhanaan ini lah aku dapat menjadi diriku sendiri. Karena kesederhanaan ini lah aku bahagia tinggal di sini.

Dalam sejarah aku merantau, biasanya aku akan meninggalkan suatu kota dan tidak akan kembali. Berat memang rasanya menggalkan suatu tempat awalnya, namun tidak pernah terbesit di benakku aku akan tinggal di Lampung. Bahkan, tidak pernah terbesit di benakku untuk tinggal di Baturaja, tempat aku dilahirkan. Entah mantra apa yang masuk ke diriku semenjak datang di kota ini. Aku sangat enggan untuk meninggalkan kota ini, bahkan aku ingin sekali tinggal disini. Jogja adalah kasus istimewa bagiku. Dia adalah rumah yang selama ini aku cari. Mungkin nanti aku akan meninggalkan kota ini, namun aku selalu berpikir ‘Aku pergi untuk kembali, atau bahkan kembali untuk tinggal’.

 


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *